Penegakan Hukum Terhadap Pencurian Ikan Di Laut Teritorial Indonesia oleh Kapal Asing Malaysia Menurut Prespektif UNCLOS

 


Rizka

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

E-mail : Rhizka189@gmail.com


ABSTRACT

Indonesia is famous for its strategic position and contains much sea resources abundant. But it makes Foreign flagged Vessels Fish Malaysia Indonesia's territorial sea area approaches to utilize it for can advantage for them. The manner of persons who are not responsible for this cause harm to the country Indonesia. That creates a negative impact for the development of the nation Indonesia. Especially in the field of economic impact significantly to the fishermen who are in an area of the waters of the Straits of Malacca. This led to various reactions especially in the field of the law of Indonesia as well as UNCLOS. In providing solutions to this problem so that the relations between both countries maintained. As well as maintaining the sovereignty of the nation of Indonesia from illegal fishing which has been diakukan by a person from another country who is not responsible.


Keywords : Foreign Ships,  UNCLOS, Teritorial Sea


ABSTRAK

Indonesia terkenal dengan posisinya yang strategis dan mengandung banyak sumber daya laut yang melimpah ruah. Namun hal itu membuat Kapal Ikan Asing berbendera Malaysia menghampiri wilayah laut teritorial Indonesia untuk memanfaatkan hal tersebut untuk mendapatkkan keuntungan bagi mereka. Ulah dari oknum yang tidak bertanggung jawab ini menyebabkan kerugian bagi negara Indonesia. Yang menimbulkan dampak negatif bagi pembangunan bangsa Indonesia. Terutama dalam bidang ekonomi yang sangat berdampak signifikan terhadap para nelayan yang di sekitaran daerah perairan Selat Malaka. Hal ini menimbulkan berbagai reaksi terutama di bidang hukum Indonesia serta UNCLOS. Dalam memberikan solusi terkait permasalah ini agar hubungan antar kedua negara tetap terjaga. Serta tetap menjaga kedaulatan bangsa Indonesia dari illegal fishing yang telah diakukan oleh oknum dari negara lain yang tak bertanggung jawab.


Kata Kunci : Kapal Asing, UNCLOS, Laut Teritorial


  1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 18.306 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai kurang lebih 95.181 km2 serta wilayah laut seluas 5,8 juta km2 (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia). Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia merupakan negara maritim terbesar dunia. Perairan laut Indonesia yang berada diantara dan disekitar kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah nasional Indonesia, disebut sebagai Laut Nusantara merupakan aset nasional yang berperan sebagai sumber kekayaan alam, sumber energi, sumber bahan makanan, media lintas laut antar  pulau, kawasan perdagangan, dan wilaya pertahanan keamanan.Wilayah pesisir dan lautan Indonesi terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang dll.), maupun sumber daya yang tidak dapat pulih (minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya). Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, karena memiliki ekosistem pesisir yang khas seperti hutan mangrove, terumbu karang (coral reefs).

Di sisi lain, terdapat isu dalam pembangunan perikanan yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak lain yang terkait dengan pembangunan perikanan yaitu illegal fishing yang tidak hanya menimbulkan kerugian bagi negara, tetapi juga mengancam kepentingan nelayan dan pembudidaya ikan, iklim industri, dan usaha perikanan nasional. Permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan sungguh-sungguh, sehingga penegakan hukum di bidang perikanan sangat penting dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan berkelanjutan. Salah satu kasus yang baru saja terjadi Pada tanggal 2 Februari 2019 di perairan laut teritorial Indonesia tepatnya di laut teritorial Selat Melaka terlihat kapal asing berbendera Malaysia dengan nama KM. PKFB 217 (49,71 GT) yang di duga telah melakukan penangkapan ikan secara ilegal atau Illegal Fishing, yang merugikan bangsa Indonesia sendiri akibat ulah yang tak bertanggung jawab. 

Dampak dari Illegal Fishing yang terjadi selama ini paling dirasakan oleh nelayan Indonesia, hal ini dikarenakan para nelayan memanfaatkan kekayaan laut untuk menangkap ikan dan sejenisnya serta akibat maraknya praktik Illegal Fishing aktivitas para nelayan dalam mencari ikan di laut terhambat sehingga hasil yang di dapat tidak sesuai dengan kebutuhan mereka sehari-hari. Nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing ini menangkap ikan di laut Indonesia secara besar-besaran dan dengan cara yang dapat merusak habitat ikan di dalam laut seperti menangkap ikan menggunakan bom, racun, dan berbagai alat tangkap terlarang yang melanggar ketentuan undang-undang yang ada. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi negara dan khususnya terhadap nelayan Indonesia yang menggantungkan hidupnya di laut.

Namun hal ini seharusnya wajib mengikuti kedaulatan negara atas perairan tersebut. Dalam hal ini ditegaskan oleh Pasal 2 Konvensi 1982 yang berbunyi : “The sovereignty of a coastal State, beyond its land territory and internal wates and, in the case of archipelagic waters, to an adjacent as the territorial sea..”(Kedaulatan suatu negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan dalam hal suatu negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya yang dinamakan sebagai laut teritorial). Menurut Willoughby eksistensi negara bergantung pada hak negara atas suatu teritorial yang menjadi miliknya.

Jika dilihat dari prespektif hukum Internasional wilyah laut teritorial atau yang disebut juga sebagai laut wilayah merupakan zona yang paling dekat dari pantai sepenuhnya tunduk pada kedaulatan negara pantai. Jadi laut wilayah adalah wilayah yang paling dekat dari pantai yang pada umumnya dianggap sebagai lanjutan dari daratannya dan di atas negara pantai tersebut mempunyai kedaulatan. Pada perairan pedalaman dan laut teritorial dengan sendirinya perikanan tunduk pada yuridiksi ekslusif negara pantai.

Berdasarkan latar belakang diatas maka, penulisan hukum ini di beri judul “Penegakan Hukum Terhadap Pencurian Ikan Dilaut Teritorial Indonesia oleh Kapal Asing Malaysia Menurut Preskpektif UNCLOS”.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran yang telah di uraikan pada latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

  1. Bagaimana penegakan hukum bagi pencurian ikan oleh kapal asing Malaysia di wilayah laut teritorial Indonesia?

  2. Bagaimana jika ditinjau dari prespektif UNCLOS terhadap penegakan hukum bagi pencurian ikan oleh kapal asing Malaysia di wilayah laut teritorial Indonesia?

  1. Tujuan 

Tujuan yang hendak di capai melalui penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui penegakan hukum bagi pencurian ikan oleh kapal asing Malaysia di wilayah laut teritorial Indonesia.

  2. Untuk mengetahui jika ditinjau dari prespektif UNCLOS terhadap penegakan hukum bagi pencurian ikan oleh kapal asing Malaysia di wilayah laut teritorial Indonesia.

  1. Metode Penulisan

Dalam hal pengumpulan data, penelitian ini telah digunakan metode penelitian kepustakaan (library research) melalui penelaahan buku-buku, perundang-undangan, dan berbagai dokumen tertulis lainnya yang ada kaitannya dengan masalah yang ada. Sehubungan dengan itu, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif.

  1. Tinjauan Pustaka

Kapal Asing

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 1 butir 36 yang dimaksud dengan Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angina, tenaga mekanik, energy lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan  yang tidak berpindah-pindah. Kapal asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia menurut UU RI Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 1 ayat 39.

Berdasarkan hukum internasional kebangsaan kapal mengandung hak-hak dan kewajian-kewajiban suatu negara terhadap kapalnya.Kebangsaan suatu kapal menunjuk suatu negara yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab atas kapal tersebut dan menentukan hukum nasional uang berlaku atas kapal tersebut. Prinsip dasar kebangsaan dan pendaftaran kapal dijumpai dalam Konvensi Laut Jenewa 1958 dan 1960, dan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) di Mantego Bay pada tanggal 10 Desember 1982

Illegal Fishing

Illegal fishing secara istilah adalah istilah asing yang dipopulerkan oleh para pakar hukum di Indonesia yang kemudian menjadi istilah populer di media massa dan dijadikan sebagai kajian hukum yang menarik bagi para aktivis lingkungan hidup. Secara terminologi illegal fishing dari pengertian secara harfiah yaitu berasal dari bahasa Inggris yaitu terdiri dari dua kata illegal dan fishing. “illegal” artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan dengan hukum “Fish” artinya ikan atau daging dan “fishing”artinya penangkapan ikan sebagai mata pencaharian atau tempat menangkap ikan. Berdasarkan pengertian secara harfiah tersebut dapat dikatakan bahwa illegal fishing menurut bahasa berarti menangkap ikan atau kegiatan perikanan yang dilakukan secara tidak sah. Illegal fishing berasal dari kata illegal yang berarti tidak sah atau tidak resmi. Fishing merupakan kata benda yang berarti perikanan; dari kata fish dalam bahasa inggris yang berarti ikan; mengambil, merogoh; mengail, atau memancing.

Pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan kementrian kelautan dan perikanan, memberi batasan pada istilah Illegal fishing yaitu pengertian illegal, Unreported dan Unregulated  (IUU) Fishing yang secara harfiah dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia, yang dimaksud illegal fishing, yaitu

  1. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupkan yurisdiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yurisdiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara. 

  2. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera salah satu negara yang bergabung sebagai anggota organisasi pengolaan perikanan regional. 

  3. Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang- undangan suatu negara atau ketentuan internasional.

Selain itu adapun dasar hukum illegal fishing yang diatur oleh hukum Indonesia yaitu:

  1. Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan

Undang-undang ini merupakan perubahan atas Undang-Undang nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Ada beberapa ketentuan yang berhubungan dengan sesuatu larangan dalam hal penangkapan ikan sehingga pasal berikut mengatur apa larangannya, kewajiban menjaga kelestarian plasma nutfah, serta besarnya sanksi yang akan diberikan.

  1. Undang Undang RI Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

Keterkaitannya dengan illegal fishing terletak pada pengaturan garis batas ZEE yang sering digunakan oleh pelaku illegal fishing sebagai tempat pelarian dari kejaran aparat keamanan Indonesia, karena ternyata didalam UU ini ada celah untuk para pelaku illegal fishing mengelak dari jerat hukum yaitu dengan adanya pasal 4 ayat (3) yang berbunyi: “Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.” dan pasal 5 ayat (3) yang berbunyi “Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 4 ayat (2), eksplorasi dan eksploitasi suatu sumber daya alam hayati di daerah tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia oleh orang atau badan hukum atau pemerintah negara asing dapat diizinkan jika jumlah tangkapan yang diperbolehkan oleh pemerintah republik Indonesia untuk jenis tersebut melebihi kemampuan Indonesia untuk memanfaatkannya.” dan tentunnya tidak ada ketegasan sanksi terhadap para pelaku illegal fishing yang disebutkan secara tegas pada UU Nomor 5 tahun 1983 ini.

  1. Undang Undang RI Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran

Banyak kasus illegal fishing yang sengaja dilakukan oleh para pelakunya dibarengi dengan tindak pidana pelayaran, mungkin mereka tidak menyadari bahwa tindak pidana perbarengan seperti ini malahan akan memperberat sanksi pidana yang dibebankan, terlebih mayoritas kapal yang digunakan didalam melakukan illegal fishing adalah kapal yang melanggar UU pelayaran ini, misalnya adalah nakhoda atau pemimpin kapal selama berlayar yang melanggar aturan-aturan yang berkaitan dengan tata cara berlalu lintas, alur-alur pelayaran, sistem rute, sarana bantu navigasi pelayaran, dan telekomunikasi pelayaran, maka bisa di jerat dengan pasal 15 ayat (1).

  1. Undang Undang RI Nomor 6 tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia

Yang dimaksud dengan perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. Kemudian dijelaskan dengan rinci mengenai definisi wilayah perairan Indonesia yaitu wilayah perairan yang meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman.Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang dikukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.37 perairan kepulauan Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamannya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup.

  1. Undang Undang RI Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan

Undang ini adalah pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan karena dianggap sudah tidak dapat mengantisipasi perkembangan pembangunan perikanan saat ini dan masa yang akan datang, karena di bidang perikanan telah terjadi perubahan yang sangat besar, baik yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya ikan, kelestarian lingkungan sumber daya ikan, maupun perkembangan metode pengelolaan perikanan yang semakin efektif, efisien, dan modern, sehingga pengelolaan perikanan perlu dilakukan secara hati-hati dengan berdasarkan asas manfaat, keadilan,kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

Telah jelas bahwasanya undang-undang tersebut mengatur tentang illegal fishing yang di dalamnya memberikan sanksi bagi pihak yang melanggar aturan yang telah berlaku sesuai dengan yurisdiksi negara Indonesia.

Setiap kejahatan tentunya menghasilkan kerugian yang berdampak padasemua sektor kehidupan, negara, masyarakat, dan lingkungan laut adalah korban langsung dari tindakan illegal fishing tersebut. Dampak kerugian inilah yang menjadi salah satu sebab utama suatu tindakan manusia bisa digolongkan terhadap kejahatan, illegal fishing dalam hal ini merupakan tindak kejahatan yang sudah nyata dan seharusnya ditindak tegas karena sudah memberikan kerugian yang sangat besar terhadap semua sektor kehidupan masyarakat Indonesia. 

  1. Merusak Kelestarian Ikan di Laut Indonesia Ada pepatah “gunung pun jika dikeruk terus menerus, akan menjadi lapang juga” adalah pepatah yang tepat digunakan dalam menggambarkan potret perikanan di laut Indonesia. 

  2. Merugikan Ekonomi Negara Secara nasional negara adalah pihak yang dirugikan langsung oleh adanya kejahatan illegal fishing ini.

  3. Perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan nasional bahkan dunia. 

  4. Perikanan ilegal mendorong kearah penurunan tenaga kerja pada sektor perikanan nasional, seperti usaha pengumpulan dan pengolahan ikan.

  5. Perikanan ilegal akan mengurangi pendapatan dari jasa dan pajak dari operasi yang sah. Perikanan ilegal akan mengurangi sumberdaya perikanan, yang pada gilirannya akan mengurangi pendapatan dari perusahaan yang memiliki izin penangkapan yang sah.

Wilayah Laut Teritorial

Salah satu dari unsur pokok status kenegaraan suatu negara adalah penguasaan suatu wilayah teritorial, atau yang lebih dikenal sebagai kedaulatan teritorial dari negara tersebut. Kedaulatan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah sovereignity berasal dari kata Latin superanus berarti ‘yang teratas’. Yang berarti bahwa terhadap suatu wilayah tertentu otoritas tertinggi berada pada negara terkait. Oleh karena itu, muncullah konsep “Kedaulatan Teritorial” yang menandakan bahwa di dalam wilayah kekuasaan ini yurisdiksi dilaksanakan oleh negara terhadap orang-orang dan harta benda yang menyampingkan negara-negara lain.

Kedaulatan atau soverainete dalam bahasa Perancis, sering diartikan sebagai The Pride of Nations atau harga diri suatu bangsa. Dalam pernyataan ini terkandung suatu pengertian bahwa bangsa dalam suatu Negara yang merdeka memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk secara eksklusif dan bebas melakukan berbagai kegiatan kenegaraan sesuai kepentingannya, asalkan kegiatan / kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan negara lain dan hukum internasional. Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa konsep dasar dari ruang berlakunya kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi negara dibatasi oleh wilayah Negara itu, sehingga negara memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas wilayahnya.

Kedaulatan teritorial suatu negara mencakup tiga dimensi, yaitu darat, udara dan laut. Kedaulatan atas wilayah darat meliputi permukaaan tanah daratan dan juga tanah di bawah daratan sampai pada kedalaman yang tidak terbatas. Kedaulatan atas ruang udara meliputi ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan yang terletak di atas wilayah perairan suatu negara. Sedangkan pada wilayah laut, kedaulatan teritorial suatu negara meliputi zona perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial. Kedaulatan teritorial suatu negara tersebut juga diatur dalam UNCLOS 1982 pasal 2 . Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa konsep dasar dari ruang berlakunya kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi negara dibatasi oleh wilayah negara itu, sehingga negara memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas wilayahnya.

Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa suatu akibat paham kedaulatan dalam arti yang terbatas ini, selain kemerdekaan (independence) juga paham persamaan derajat (equality). Artinya, negara-negara yang berdaulat itu selain masing-masing merdeka, mereka juga sama derajatnya dengan yang lainnya. Dari penjelasan-penjelasan mengenai kedaulatan tersebut, jelas terlihat bahwa wilayah memegang peranan yang penting dalam konsep kedaulatan negara. Kedaulatan berlaku atas suatu wilayah negara tertentu dimana keberlakuannya tersebut akan berakhir ketika wilayah negara lain muncul. Oleh karena itu sangat penting bagi suatu negara untuk menentukan batas kedaulatan teritorialnya untuk mengatur segala sesuatu yang ada atau terjadi di dalam batas-batas wilayah teritorialnya, baik wilayah darat, laut, maupun udara. Dalam hal ini, kedaulatan terbagi atas dua konsep utama, yaitu: Kedaulatan Negara berdasarkan atas jangkauan (scope) dan berdasarkan atas konsep wilayah (territorial) suatu negara. Secara garis besar, kedua konsep ini dapat disimpulkan menjadi 3 (tiga) konsep kedaulatan, yakni:

  1. Kedaulatan Eksternal (Independensi)

Kedaulatan eksternal adalah hak atau kewenangan eksklusif bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungan internasionalnya dengan berbagai negara / kelompok lain tanpa ada halangan, rintangan, kekangan, dan tekanan dari pihak manapun juga (a freedom in international relationship).

  1. Kedaulatan Internal (Supremacy)

Kedaulatan internal adalah hak atau kewenangan eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaga negaranya, cara kerja lembaga negara, hak untuk membuat undang-undang (konstitusi) tanpa ada campur tangan atau intervensi negara lain, mendapatkan kepatuhan dari rakyatnya (obedience in social society), dan memiliki kewenangan sendiri untuk memutus persoalan

  1. Kedaulatan Teritorial

Kedaulatan teritorial adalah kekuasaan penuh yang dimiliki oleh suatu Negara dalam hal melaksanakan jurisdiksi (kewenangan) secara eksklusif di wilayah negaranya, yang mana di wilayah Negara tersebut Negara memiliki wewenang penuh untuk melaksanakan dan menegakkan hukum nasionalnya (exercise and enforce law).

Konvensi Hukum Laut 1982 ( UNCLOS)

Puncak dari berbagai perundingan mengenai masalah kelautan adalah diadakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut (United Nations Conference on the Law of the Sea/UNCLOS) yang ketiga pada tahun 1982 di Montego Bay, Jamaika. Konvensi ini dianggap sebagai karya hukum masyarakat internasional yang terbesar di abad ke-20. Selain yang terbesar, konvensi ini dianggap sebagai konvensi yang terpanjang, dan juga yang terpenting dalam sejarah Hukum Internasional. Dalam kurun waktu lebih dari tiga dekade setelah mulai berlakunya, UNCLOS 1982, yang juga sering disebut sebagai ”Constitution of the Oceans”, telah menjadi dasar dalam berbagai upaya untuk mencapai perdamaian dan ketertiban di laut, serta penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk kepentingan umat manusia.

a. Perairan Pedalaman (Internal Waters); . UNCLOS 1982 mengatur tentang rezim-rezim hukum hukum laut. Berdasarkan UNCLOS 1982, wilayah laut terbagi atas beberapa zona maritim, antara lain:

 b. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters); 

c. Laut Teritorial (Territorial Sea); 

d. Zona Tambahan (Contiguous Zone); 

e. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone);

f. Landas Kontinen (Continental Shelf); 

g. Laut Bebas (High Seas); 

h. Kawasan (The Areas). 

Dari kedelapan zona maritim tersebut, wilayah-wilayah di mana suatu negara pantai bisa memiliki jurisdiksi, baik kedaulatan maupun hak berdaulat, adalah di perairan pedalaman, perairan kepulauan (bagi negara kepulauan), laut teritorial, zona tambahan, ZEE, dan landas kontinen. 

Dengan telah disahkannya Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, tidaklah berarti bahwa konvensi tersebut telah dapat menampung segala kepentingan negara-negara. Justru pada masa sekarang, masalah-masalah yang nyata mulai timbul. Diantara kedelapan zona maritim yang telah diatur dalam UNCLOS 1982, salah satu zona maritim yang sering diperebutkan antara sesama negara pantai yang bertetangga adalah laut teritorial. Dalam wilayah laut teritorial, negara pantai memiliki kedaulatan penuh pada wilayah udara di atasnya, kolom air, dasar laut, dan tanah di dalamnya. Implikasinya, negara tersebut memiliki kewenangan untuk menetapkan ketentuan di bidang apapun. 

  1. Pembahasan

Penegakan Hukum Bagi Pencurian Ikan Oleh Kapal Asing Malaysia Di Wilayah Laut Teritorial Indonesia

Kegiatan illegal fishing termasuk dalam tindak pidana perikanan, walaupun dalam regulasi tidak menyebutkan secara langsung kata “illegal fishing”, namun rumusan pasalnya dapat ditemui dalam regulasi yang telah diatur dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Apabila suatu kapal berlayar di perairan Selat Melaka yang merupakan bagian dari wilayah Laut Teritorial Indonesia, maka kapal tersebut wajib tunduk pada yurisdiksi Indonesia. Suatu negara mempunyai kedaulatan penuh untuk menerapkan yurisdiksinya, inilah yang disebut asas teritorial. Kepada siapapun pelaku illegal fishing dapat dikenai sanksi pidana baik pidana denda maupun pidana penjara (hukuman badan) bahkan sampai pada penenggelaman dan/atau pembakaran kapal (Pasal 69 ayat 4 UU No. 45 Tahun 2009), apabila memenuhi salah satu rumusan pasal tindak pidana perikanan, seperti yang tersebut diatas dalam UU Perikanan. Kapal ini berlaku bagi kapal ikan indonesia maupun kapal ikan asing tanpa tercekuali.

Pencurian atau illegal fishing sering terjadi di Indonesia terutama di daerah pesisiran pantai. Pada tanggal 2 Februari 2019 di perairan laut teritorial Indonesia tepatnya di laut teritorial Selat Melaka terlihat kapal asing berbendera Malaysia dengan nama KM. PKFB 217 (49,71 GT) yang di duga telah melakukan penangkapan ikan secara ilegal atau Illegal Fishing. Kapal tersebut ditangkap saat sedang melakukan penangkapan ikan di WPP-NRI tanpa dilengkapi dengan dokumen perizinan yang sah dari Pemerintah RI serta menggunakan alat tangkap yang dilarang (trawl), serta ditemukan adanya hasil tangkapan berupa ikan berbagai jenis sekitar 2.000 kilogram. Kapal diduga melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 20 milyar. 

Selain sanksi yang berupa denda dan penjara, pemerintah indonesia telah menerapkan kebijakan penenggelaman kapal ikan asing (KIA) pelaku illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) yang diterapkan Pemerintah Indonesia sekarang diyakini menjadi kebijakan paling pas dan menjadi solusi untuk keluar dari persoalan IUUF. Tanpa kebijakan tersebut, aktivitas IUUF diyakini akan semakin merajalela terjadi di wilayah perairan laut Nusantara. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan menenggelamkan kapal pelaku IUUF, menegaskan bahwa Indonesia tidak main-main dalam menjaga wilayah lautnya dari aktivitas IUUF. Jika itu konsisten dilakukan, maka negara lain dan juga para pelaku IUUF dari negara tersebut diyakini akan takut kepada Indonesia. Hal ini di perlukan untuk menjaga kedaulatan Indonesia dari kapal asing salah satunya kapal yang berbendera Malaysia yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Selat Malaka, yang seharusnya ditegaskan agar tidak terjadi hal yang demikian.

Selain menerapkan sanksi diatas,  kebijakan penenggelaman kapal menjadi pas dan tepat bagi Indonesia, karena dengan wilayah laut yang luas, Negara tidak mungkin melakukan pengawasan terus menerus oleh kapal perang ataupun pesawat terbang. Untuk itu, agar wilayah laut bisa aman, satu-satunya cara adalah bagaimana Indonesia bisa disegani oleh negara lain. mencontohkan negara tetangga seperti Singapura yang sukses menjaga kedaulatan lautnya dengan baik. Meski negara tersebut luasnya tidak seberapa, namun mereka bisa menaklukkan negara lain melalui akuntabilitas, integritas, dan ketegasan dalam berbagai kebijakan negara mereka, baik untuk dalam maupun luar negeri. Bahwa dari semua wilayah laut di Indonesia, ada beberapa tempat yang dinilai sangat rawan dan menjadi titik favorit bagi kapal ikan asing untuk mencuri ikan salah satunya di daerah perairan Selat Malaka. Namun jika hal diatas tidak dapat memberikan efek jera maka langkah terakhir yang dapat diterapkan melalui jalur diploamatik antar negara melaui hubungan bilateral. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir berbagai dampak yang terjadi. 

Prespektif UNCLOS Terhadap Penegakan Hukum Bagi Pencurian Ikan Oleh Kapal Asing Malaysia Di Wilayah Laut Teritorial Indonesia

Pada tanggal 11 Desember 1982, UNCLOS 1982 yang diratifikasi ke dalam UU Nomor 17 Tahun 1985, menetapkan asas-asas dasar untuk penataan kelautan. Tidak dapat disangkal lagi bahwa UNCLOS 1982 ini merupakan suatu perjanjian internasional sebagai hasil dari negosiasi antar lebih dari seratus negara, yang mengatur materi yang begitu luas dan kompleks. Secara rinci UNCLOS 1982 menetapkan hak dan kewajiban, kedaulatan, hak-hak berdaulat, dan yuridiksi negara-negara dalam pemanfaatan dan pengelolaaan laut. Dengan UU No. 17 Tahun 1985 ini berarti Indonesia telah menundukkan diri pada konvensi ini, sehingga segala kebijakan Indonesia di bidang kelautan harus sesuai dengan ketentuan konvensi tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 62 ayat (4) huruf (k) UNCLOS yang berbunyi: “Nationals of other States fishing in the exclusive economic zone shall comply with the conservation measures and with the other terms and conditions established in the laws and regulations of the coastal State. These laws and regulations shall be consistent with this Convention and may relate, inter allia, to the following: enforcement procedures.” (Warga negara negara lain yang menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif harus mematuhi tindakan konservasi, ketentuan dan persyaratan lainnya yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan negara pantai. Peraturan perundang-undangan ini harus sesuai dengan ketentuan konvensi ini dan dapat meliputi, antara lain hal-hal berikut: prosedur penegakan), dan Pasal 73 UNCLOS yang berbunyi:

 “1. The coastal State may, in the exercise of it’s sovereign rights to explore, exploit, conserve and manage the living resources in the exclusive economic zone, take such measures, including boarding, inspection, arrest, and judicial proceedings, as may be necessary to ensure compliance with the laws and regulations adopted by it in conformity with this Convention.” (Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan konvensi ini).

Undang-undang perikanan sebagai payung hukum masalah perikanan di Indonesia tentunya membahas mengenai persoalan pencurian ikan yang terjadi di Indonesia. Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diperhatikan bahwa undang-undang ini memiliki ruang lingkup yang membatasi pemberlakuannya. Ruang lingkup tersebut diatur dalam Pasal 4. Dalam rangka melakukan pengelolaan perikanan, negara pantai wajib tunduk terhadap UNCLOS 1982, khususnya bila negara yang bersangkutan telah meratifikasi UNCLOS 1982 ke dalam perundang-undangan nasionalnya. Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi UNCLOS 1982 ke dalam bentuk UndangUndang Nomor 17 Tahun 1958, tentu harus memperhatikan substansi dari UNCLOS 1982 dalam membentuk perundang-undangan nasionalnya yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan. Salah satu contoh perwujudan ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam UNCLOS 1982 adalah dengan menyelaraskan ketentuan pidana yang ada di dalam undang-undang perikanan agar berkesesuaian dengan ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS 1982. Pada dasarnya, tindak pidana perikanan dapat terjadi karena beberapa hal yakni, Penggunaan metode dan teknologi produktif yang destruktif, Kejahatan penggunaan teknologi, Kejahatan dalam hal perizinan usaha dan izin penangkapan ikan (SIUP dan SIPI), Kejahatan dalam hal pengangkutan ikan, Perusakan lingkungan perikanan, Kejahatan yang berkaitan dengan karantina ikan, dan Kejahatan yang berkaitan dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran ikan. 

Dalam undang-undang perikanan, ketentuan pemidanaan terhadap pelaku pencurian ikan pada dasarnya diatur secara merata. Tidak ada perbedaan antara ketentuan pidana yang dijatuhkan pada kapal berbendera asing maupun kapal berbendera Indonesia tepatnya di laut teritorial Selat Melaka terlihat kapal asing berbendera Malaysia dengan nama KM. PKFB 217 (49,71 GT) yang di duga telah melakukan penangkapan ikan secara ilegal atau Illegal Fishing. Namun, jika dilihar dari prespektif UNCLOS bahwa kapal ikan asing Malaysia dapat ditegakan dengan hukum yang ada di kedaulatan sekitar pantai yang telah dijelas pada Pasal 73 UNCLOS Ayat 1. 

Penegakan hukum oleh negara pantai yang diatur dalam pasal 73 UNCLOS 1982. Ayat 1 dalam pasal 73 tersebut menyebutkan bahwa negara pantai bisa untuk mengambil tindakan-tindakan dalam melindungi hak-haknya seperti menghentikan, memeriksa, dan menangkap kapal asing yang terbukti melakukan IUU Fishing. Ayat 2 menyebutkan bahwa kapal dan ABK-nya harus segera dilepas setelah memberikan jaminan yang cukup. Pada ayat 3 menjelaskan bahwa hukuman bagi pelanggaran UU Perikanan tidak termasuk hukuman penjara. Ayat 4 menjelaskan bahwa dalam hal penangkapan kapal asing negara pantai harus dengan cepat memberitahu negara asal (flag state) sesuai jalur termasuk dalam hal hukuman yang diberikan. Pasal 73 UNCLOS ini tidak secara detail membahas tentang boleh atau tidaknya menenggelamkan kapal pelaku IUU Fishing. Akan tetapi apabila kita lihat keseluruhan ayat 1 sampai 4, sangat jelas adanya hak negara bendera (Flag State) untuk mendapatkan pemberitahuan (notification) atas perlakuan terhadap kapal-kapal ikannya yang diperiksa, ditangkap, dan diproses hukum oleh negara Indonesia. 

Jelas bahwa kapal Malaysia yang mencuri ikan di perairan Selat Malaka dapat ditindak secara tegas karena dalam UNCLOS sudah dijelaskan bahwa yang memegang kedaulatan secara penuh adalah negara yang memiliki yurisdiksi terutama negara Indonesia. Walaupun kita telah meratifikasi UNCLOS ke dalam UU Nomor 17 Tahun 1985 tapi dalam melakukan tindakan yang berkaitan dengan ke dua negara kita tetap perlu menghormati negara yang bersangkutan. Aturan mengenai prosedur penegakan hukum atas pelaku IUU Fishing di Laut Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial tidak dibahas secara khusus dalam UNCLOS 1982. 

Akan tetapi apabila kita kaji bahwa hak negara lain atas perairan-perairan tersebut hanyalah Hak Lintas (Lintas Damai untuk Laut Teritorial dan Lintas ALKI untuk Perairan Kepulauan), maka setiap pelanggaran atas ketentuan hak lintas tersebut merupakan hak negara pantai (Indonesia) untuk menegakkanya sesuai peraturan perundang-undangan. Salah satu tindakan yang melanggar Hak Lintas Damai kapal-kapal negara lain adalah seluruh aktivitas menangkap ikan (UCLOS 1982 pasal 19 ayat 2(i)). Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa sudah menjadi hak dan kewajiban negara pantai (Indonesia) untuk menjaga kedaulatan wilayahnya pada perairan-perairan tersebut dengan menerapkan hukum domestik atas pelanggaran Lintas Damai oleh kapal asing. Aktivitas IUU Fishing oleh kapal asing pada perairan-perairan tersebut adalah pelanggaran Kedaulatan Indonesia sebagaimana latihan perang, aktivitas yang menyebabkan polusi, melaksanakan riset, propaganda dan spionase dan aktivitas-aktivitas sejenisnya

  1. Penutup

  1. Kesimpulan

Optimalisasi pengelolaan kekayaan laut Indonesia yang berlimpah belum mampu diwujudkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Upaya penegakan hukum di perairan dan laut Indonesia ini diharapkan merupakan kegiatan yang berkelanjutan sehingga akan membuat efek jera bagi nelayan asing untuk mencuri kekayaan laut Indonesia. Demikian Indonesia memiliki hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi serta pengelolaan terkait ancaman penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara pantai. Dengan melihat betapa seriusnya negara dalam hal mempertahankan wilayah kita dan menyelesaikan kasus pencurian Ikan oleh kapal ikan asing milik Malaysia di perairan laut teritorial di perairan Selat Malaka.

  1. Saran

Semoga langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah dapat mencegah permasalahan pencurian ikan di laut teritorial Indonesia oleh kapal asing. Kebijakan yang telah diterapkan akan terus berjalan dan tidak terhenti agar tetap menjaga kedaulatan rakyat Indonesia. Karena kekayaan laut Indonesia sangat berlimpah ruah dan mampu menjadi sumber pendapatan bagi bangsa Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA


Buku

Buana, Mirza Satria. 2011. Hukum Internasional: Teori dan Praktek. Jakarta: Rajawali Press.

Echols, John M.  dan Hassan Shadily. 2002. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 

Kelsen, Hans. 2006. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (General Theory of law and state). Bandung. 2006. 

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes, 2009. Pengantara Hukum Internasional, Bandung: PT Alumni & Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan.

Mahmudah, Nunung. 2015.  Illegal Fishing. Jakarta: Dinar Grafika. 

Mauna, Boer. 2005. Hukum International Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: Alumni. 

Starke, J. G. . 2008. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. 

Jurnal

Abdul, Firmansyah. 2016. Lex et Societatis, Pencurian Ikan Oleh Kapal Asing Di Wilayah Teritorial Indonesia Dalam Perspektif Hukum Positif Di Indonesia.  Vol. IV. No.

Kamal, Mohammad Maulidan. 2018. Jurist-Diction. Penegakan Hukum Pencurian Ikan Di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Zee). Vol. 1 No. 2. 

Takwa, Tuah Kalti. 2015. JOM Fakultas Hukum. Peranan Peradilan Perikanan Dalam Kasus Pencurian Ikan Di Wilayah Kepulauan Riau. Vol. 2 No. 2. 

Yohanna, Rihana, dkk. 2015. Diponegoro Law Review. Perbandingan Proses Penegakan Hukum Terhadap Illegal Fishing Di Laut Teritorial danDi ZEE Natuna Indonesia. Vol. 4 No. 4.

Skripsi

Adiwerti Sarahayu Lestari,.2011. Implikasi Perjanjian Tentang Penetapan Garis Batas Laut territorial Antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura. Skripsi S1 Hukum Transnasional Fakultas Hukum. Universitas Indonesia. 2011.

Makalah/Seminar

Agoes Etty R. . 2015.  Penguatan Hukum Internasional Kelautan. (Paper). Workshop tentang Membangun Sinergitas Potensi Ekonomi Lingkungan, Hukum, Budaya dan Keamanan untuk Meneguhkan Negara Maritim yang Bermartabat. Universitas Sumatera Utara. Medan. 5-6 Maret 2015. 

Internet

Ambari, M. . 2019. Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Jalan Keluar Terbaik bagi Indonesia.https://www.mongabay.co.id/2019/05/14/penenggelaman-kapal-pencuri-ikan-jalan-keluar-terbaik-bagi-indonesia/ diakses pada tanggal 23 Mei 2019

Simorangkir, Eduardo. 2019. Lagi, KKP Tangkap Kapal Maling Ikan Berbendera Malaysia. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4425364/lagi-kkp-tangkap-kapal-maling-ikan-berbendera-malaysia. Diakses pada tanggal 23 Mei 201

Undang-Undang

Konsideran UU No 5 tahun 1983 poin (g)

Pasal 1 ayat 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Undang Undang RI Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

 Undang-Undang RI  Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif

Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009






Comments

Popular Posts