PENEGEKAN HAK ASASI PEREMPUAN DALAM SEKTOR SOSIAL DAN POLITIK
ABSTRAK
Hak asasi manusia adalah hak yang
dimilki oleh semua orang dan tidak dapat diganggu gugat. Dalam HAM tidak ada
yang dibeda-bedakan baik itu perempuan ataupun laki-laki. HAM sangat menjujung
tinggi hak asasi perempuan. Perempuan berhak untuk berpartisipasi disemua lini
baik itu dalam bidang budaya, sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya. Setiap
perempuan memiliki kesempatan yang sama seperti halnya laki-laki. Dengan itu,
perempuan memiliki kesempatan untuk berkiprah menjadi seorang politisi tanpa
harus ada diskriminasi dari manapun. Selain itu, Indonesia sebagai negara hukum
sangat menjujung tinggi nilai-nilai dalam HAM. HAM diatur dalam konstitusi
bangsa Indonesia yakni pasal 28A-J. Sebelum era reformasi peran
perempuan dalam bidang politik sangat minim. Pardigma yang berkembang
dimasyarakat saat itu ialah perempuan hanya seorang istri dan tak sepatutnya
untuk berkiprah di dunia politik. Pemahaman tersebut mendiskreditkan bahwa
perempuan tidak berhak untuk turut serta dalam bidang apapun. Maka dari itu
pentingnya penegakan HAM khsusunya untuk perempuan. Penegakan HAM menjadi salah
satu elemen terpenting untuk memberikan rasa aman bagi perempuan.
Ketika penegakan HAM dilaksanakan maka dengan hal ini perempuan merasa
dihormati dan dihargai.
Kata Kunci : Hak Asasi
Manusia, Perempuan, Penegakan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesetaraan gender adalah konsep dasar
untuk menjelaskan bahwa fakor ketidakadilan dalam pembangunan politik dengan
masih adanya ketimpangan atau diskriminasi terhadap perempuan. Diksrimasi
tersebut masih sering terjadi diranah domestik ataupun publik yang
mendiskreditkan perempuan. Sehingga dapat dilihat disini bahwa peran
laki-laki lebih mendominasi ketimbang peran perempuan, akhirnya perempuan tidak
memiliki ruang untuk menunjukkan kemampuannya. Sudah semestinya untuk memajukan
perlindungan terhadap hak asasi perempuan di Indonesia. Tidak hanya dalam bentuk kegiatan
sosialisasi mengenai hak asasi perempuan saja, tetapi harus dibarengi dengan
penambahan dan pelengkapan Peraturan Perundang-undangan maupun
kebijakan-kebijakan Negara. Hak asasi perempuan adalah hak mendasar yang dimiliki
oleh seorang perempuan baik ia sebagai perempuan atau manusia. Dalam pengertian
hak asasi perempuan tersebut menjelaskan
bahwa terdapat hak asasi manusia khsusunya terhadap perempuan.
Indonesia sebagai negara hukum sudah
seharusnya menegakkan hak asasi manusia untuk menghormati martabat setiap
manusia. Indonesia sebagai negara hukum seyogyanya mengikuti prekembangan
masyarakat dan mengakomodir isu-siu terhadap gender. Serta dapat
mengakomodasikan berbagai persoalan pada warganya termasuk tentang partisipasi
perempuan diranah politik khsusunya pada lembaga legislatif. Khusunya pelaksanaan hak politik menjadi penting dalam
kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini dapat menjadi ruang bagi masyarakat untuk
mengekspresikan kebebasan dan keterbukaan dalam berdemokrasi.
Perempuan harus dilibatkan dalam politik
di berbagai negara termasuk Indonesia, namun dalam hal ini masih terdapat
permasalahan yang berbasis pada gender yakni antara laki-laki dan perempuan.
Dalam dunia pollitik seharusnya perempuan dapat menentukan nasib dirinya
sendiri tanpa adanya unsur pemaksaan dari pihak lain. Dalam konstitusi bangsa
Indonesia yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI 1945) negara telah memberi ruang kepada setiap warga negaranya. Selain itu,
setiap manusia memiliki hak untuk turut serta dalam pemerintahan tanpa
membedakan jenisa kelamin. Maka dari itu, perempuan yang seyogyanya dipandang
sebagai manusia yang hidup dalam situasi dilematis akibat paradigma yang
dibangun dimasyarakat. Paradigma tersebut melekat terhadap perempuan akibat
perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan.
Dalam
menyalurkan ide-ide berbasis gender partai politik dapat menjadi salah
satu lembaga yang dapat bermanfaat untuk
menekan kasus dikrimanasi terhadap kaum perempuan. Sebagai contoh misalnya, dalam
aturan perundang-undangan untuk rekruitmen kepengurusan dan keterwakilan
perempuan telah diatur dengan kuota minimal 30% (persen). Dengan ini dapat membuka peluang bagi kaum perempuan
untuk aktif dalam kancah politik. Keterlibatan perempuan dalam dunia politik
dapat meminimalisir terjadinya diskrimasinasi terhadap gender. Serta dengan ini
kaum perempuan dapat meningkatkan kualitas kemampuan dan potensi mereka dalam
kancah politik. Dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD NRI 1945, menyatakan bahwa setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dengan
begitu hak warga negara telah terjamin dalam konstitusi. Kini demokrasi di
Indonesia telah mengalami kemajuan terhadap pelaksaan politik serta telah
mengalami kemajuan yang signifikan.
Pentingnya kesadaran dalam politik dapat
menjadi sarana untuk mencapai kebijakan-kebijakan yang adil terlebih lagi dalam
memahami isu politik dan perempuan. Jika semua orang koperatif untuk menjujung
tinggi kedilan maka persoalan perempuan dalam kancah politik dapat
diminimalisir. Politik bukan sarana menjadi ajang untuk mencapai keadaan yang
lebih baik dan bukan hanya semata untuk merebut kekuasaan. Dengan prespektif
demikian dunia politik dapat memberikan ruang dan kenyamana bagi laki-laki dan
perempuan untuk terleibat aktif dan koperatif dalam kancah politik. Oleh karena
itu, keterlibatan masyarakat merupakan pilar yang utama untuk menciptakan
tatanan masyarakat berkadialan. Disatu sisi, suatu keharusan dalam dunia
politik untuk melibatkan perempuan. Berbagai tingkatan pembuatan dan
pengambilan keputusan merupakan hak asasi manusia sehingga perempuan dapat
diberikan partisipasi dan control dalam dunia politik. Dengan hal tersebut,
dapat menentukan keberlangsungan hidup dan nasib peremuan.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang diangkat dari penulisan ini adalah :
1. Mengapa perlindungan hukum bagi perempuan di dalam
ranah sosial dan politik ?
2. Bagaimana
peran pemerintah dalam menegakkan hak asasi perempuan?
Tujuan Penulisan
Adapaun
yang menjadi tujuan penulisan dari rumusan masalah diatas adalah
1. Untuk
mengetahui perlindungan hukum bagi perempuan di dalam ranah sosial dan politik.
2. Untuk
mengetahui peran pemerintah dalam menegakkan hak asasi perempun.
B. PEMBAHASAN
Perlindungan Hukum Bagi
Perempuan dalam Sektor Sosial dan Politik
Telah menjadi cita-cita para pendiri
bangsa untuk membentuk negara hukum yang demokratis. Telah diungkapkan secara tegas
oleh salah satu perumus UUD NRI 1945 pertama kali, Muh. Yamin yang menyatakan
bahwa “Republik Indonesia adalah suatu negara hukum (rechtsstaat, government of laws) tempat keadilan yang tertulis
berlaku, bukanlah negara polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit
memegang pemerintah dan keadilan, bukanlah pula negara kekuasaan (machtsstaat) tempat tenaga senjata dan
kekuatan badan melakukan sewenang-wenang”. Di era reformasi komitmen untuk
meneguhkan berdirinya suatu negara hukum telah mencuat kembali. Untuk itu, negara
hukum kini dimuat dalam penjelasan UUD NRI 1945, dimasukkan ke dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 yang dengan tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Indonesia sebagai negara hukum,
kebebasan dan hak-hak asasi manusia menjadi salah satu ciri yang melekat pada
sebuah negara hukum. Perubahan UUD NRI 1945 periode 1999 – 2002 yang lahir dari
adanya tuntutan reformasi, telah mengadopsi satu bab khusus tentang hak asasi
manusia (Pasal 28 huruf a – j) sebagai bentuk negara dalam melindungi hak asasi
setiap warga negaranya. Jaminan perlindungan hak asasi manusia dimuat didalam
pasal dan bab lainnya dalam UUD NRI 1945. Selain
itu, UUD NRI 1945 telah menegaskan untuk tidak membedakan jenis kelamin antara
laki-laki dan perempuan. Serta menjamin bagi warga negaranya dalam persamaan
hak dan kewajiban di bidang politik dan lainnya.
Harkat dan martabat kaum perempuan untuk
dapat sejajar dengan kaum laki-laki sampai saat ini masih kurang mendapatkan
pengakuan walaupun sudah bergulir sejak dahulu kala. Sekalipun Megwati Soekarno
Putri yang pernah menjabat menjadi seorang perempuan dan mewakili perempuan
diseluruh Indonesia untuk bertarung dikancah poltik, serta telah banyak kaum
perempuan yang memegang jabatan strategis dalam bidang pemerintahan. Hingga
kini ketidakadilan bagi kaum perempuan masih dianggap sebeleh mata sehingga
jauh dari kata yang diharapkan. Kini perempuan masih termarjinalkan dan
tertinggal dalam aspek kehidupan,
termasuk dalam bidang hukum. Bagi kaum perempuan dan pemerintah ini merupakan
sebuah tantangan yang berat. Muatan perlindungan hak asasi perempuan telah
diatur dalam aturan perundang-undangganyakni, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT,
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan
Undang-undang Politik (UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008). Kemudian
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender (PUG) dan Kerpres No.
181 Tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan atau Komnas Perempuan yang diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2005.
Perempuan mempunyai
kedudukan yang sama dengan laki-laki. Padahal perempuan dan laki-laki memiliki hak,
kedudukan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran, hak untuk tidak disiksa,
hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak untuk berserikat,
berorganisasi, berpolitik, dan berbagai hak universal yang dilindungi oleh
hukum. Untuk itu keterlibatan perempuan dalam dunia poitik dianggap sebagai hak
asasis manusia. Sehingga perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan hak dan
kewajiban dasar dan Pemerintah adalah ujung tombak dalam merumuskan kebijakan
tentang perempuan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang hak asasi manusia dalam
penjelasannya, Pasal 46 dapat dilihat keterwakilan perempuan. Dalam hal ini
keterwakilan perempuan dalam bidang politik harus diberikan kesempatan dan
kedudukan yang sama. Dalam dunia politik perempuan dalam melaksanakan perannya
khususnya dalam bidang legislatif, kepartaian, eksekutif, yudikatif, dan pemilihan umum menuju keadilan dan
kesetaraan gender. Indonesia sebagai negara hukum telah memberikan perlindungan
bagi kaum perempuan. Untuk itu, dalam meningkatkan penegakan hukum bagi kaum
perempuan perlunya peran pemerintah agar ketimpangan yang terjadi dapat
diminimalisir.
Peran Pemerintah Dalam
Menegakkan Hak Asasi Perempuan
Bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai
hak yang sama jika ditinjau dari instrument hukum nasional. Dalam Pasal 27 ayat
(1) UUD NRI 1945 menjelaskan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukan
didalam hukum dan pemerintahaan serta wajib menjujung tinggi hukum dan
pemerintahan tanpa terkecuali. Ketentuan tersebut juga dipertegas dalam Pasal
28C ayat (2) UUD NRI 1945 yang mejelaskan bahwa setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dan
memperjuangkan hhaknya secara kolektif untuk bangsa, masyarakat dan nergaranya.
Selanjutnya dalam Pasal 28D ayat (3) UUD NRI 1945 dinyatakan secara tegas bahwa
setiap warga negara berhak memperoleh hak yang sama dalam pemerintahan.
Segala sesuatu yang memiliki kaitan
dengan hak asasi manusia harus ditangani secara serius dan menjadi topik
perbincangan bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan baik itu ditingkat
nasional maupun internasional. Usaha yang dilakukan dalam melakukan penegakan
dan perlindungan tentang Hak Asasi Manusia perlu mendapatkan perhatian oleh
pihak Pemerintah maupun Lembaga Hukum yang ada di masyarakat. Kita ketahui
bahwa pelanggaran hak asasi manusia telah terjadi dimana- mana , perlindungan
dan penghormatan hak asasi manusia masih diperlukan perhatian khsusus karena menyangkut
pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Misalnya tindak kekerasan, deskriminasi dan kesewenang-wenangan merupakan salah
satu pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVII / MPR / 1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ada beberapa
pasal yang krusial tentang hak asasi terhadap perempuan dalam ketetapan
tersebut yang cukup memberikan dasar bagi Pemerintah / pemerintah Daerah
bertanggung jawab terhadap penegakan hak asasi manusia yaitu pada konsideran
pasal 1 bahwa : “Menegaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh
aparat Pemerintah, untuk menghormati, menegakan dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai Hak Asasi Manusia kepada seluruh masyarakat.” Bangsa Indonesia dalam
melihat hak asasi manusia lebiih mengedepankan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa secara kodrati yang dianugrai hak dasar yang kita sebut sebagai
hak asasi manusia, tanpa adanya perbedaan antara satu dengan lainnya. Hak asasi
manusia dapat dikembangkan menjadi dua yakni peranan dan sumbangan bagi
kesejahteraan hidup manusia. Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggungjawab
menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan Hak Asasi Manusia yang diatur
dalam undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia dan Peraturan Perundang-Undangan lain serta
hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara
Repubilik Indonesia.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara
untuk melaksanakan tugas mencapai tujuan negara telah ditetapkan tentunya
berbagai upaya haruslah ditempuh, menggerakkan segenap sumber daya baik sumber
daya alam lebih-lebih sumber daya manusia serta sumber daya modal. Dalam negara
yang berdasarkan hukum dan atau peraturan perundang- undangan maka pelaksanaan
program pembangunan haruslah ditetapkan dengan kebijakan pemerintah. Dalam
analisis Kebijakan Publik Abdul Wahab (1997 : 63) menyatakan bahwa : “ Dalam
implikasi program khususnya yang melibatkan banyak organisasi / instansi
pemerintah atau berbagai tingkatan struktur organisasi pemerintah sebenarnya
dapat dilihat dari tiga sudut pandang yakni ; (1) Pemrakarsa kebijaksanaan /
pembuat kebijaksanaan (the center atau
pusat), (2) Pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the peripheny), (3) Aktor-aktor perorangan diluar badan-badan
Pemerintahan kepada siapa program itu ditujukan yakni kelompok sasaran (target group).”
Terkait dengan hak konstitusional
perempuan pemerintah memiliki peran untuk upaya mensosialisikan kepada
masyarakat untuk diberikan paradigma yang berbeda. Kendala yang dihadapi selama
ini memiliki akar budaya dalam masyarakat Indonesia sehingga sangat penting
untuk diminimalisir. Akibat dari hal tersebut melahirkan dua hambatan yakni
perempuan itu sendiri dan masyarakat secara umum. Prinsip keseteraan gender
dalam pimpinan partai politik telah mendapatkan pertimbangan khsusus, misalnya,
namun hal itu sulit dipenuhi salah satunya karena sedikitnya perempuan yang
aktif di dunia politik. Demikian pula dengan pemenuhan kuota 30% dalam
pencalonan anggota DPR dan DPRD oleh partai politik. Terkadang seorang
perempuan yang layak dipilih atau diangkat untuk jabatan sesuai dengan
kemampuan dan potensinya, tidak dipilih atau diangkat hal ini dikarenakan
dinilai perempuan masih memiliki kelemahan tertentu dibandingkan laki-laki.
Ditinjau dari berbagai peraturan yang
ada tidak terkecuali konstitusi, perempuan di Indonesia pada dasarnya memiliki
dasar hukum yang kuat untuk terlibat dalam pembangunan tak berbeda dengan
laki-laki. Namun pada tataran implementasinya masih ditemui banyak keterbatasan
dan kendala yang disebabkan oleh nilainilai budaya yang hidup di masyarakat
maupun kendala teknis di lapangan. Kendati berbagai perangkat hukum telah
melegitimasi partisipasi perempuan dalam bidang sosial dan politik, namun
sampai saat ini antara perempuan dan lakilaki masih terjadi kesenjangan dalam
pemenuhan hak-haknya. Budaya patriarki yang masih kental menjadi salah satu
persoalan yang ada saat ini. Persoalan yang ada saat ini menyebabkan laki-laki
memiliki peran yang lebih dominan ketimbang perempuan diranah publik.
Pemberdayaan perempuan dalam segala bidang pembangunan perlu dukungan dari
pemerintah dengan membuat kebijakankebijakan yang responsif gender demi
perwujudan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Melalui pemberdayaan perempuan,
tidak saja bermakna mengembangkan potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan
tetapi juga sekaligus meningkatkan partisipasi dan meningkatkan kemampuan
bertindak untuk mengubah keadaan perempuan pada khususnya ke arah yang lebih
baik.
C. PENUTUP
Bahwa penegakan hukum bagi perempuan
harus tetap dijujung tinggi dan dihapuskanya diskriminasi terhadap gender.
Ditinjau dari berbagai peraturan yang ada bahwa penegakan hukum terhadap
perempuan sudah diatur dalam konstitusi yakni UUD NRI 1945 dan juga aturan
perundangan-undangan dibawahnya. Dengan ini perempuan dapat memenuhi sektor
publik ataupun domestik tanpa adanya diskriminasi. Selain diatur dalam hukum,
pemerintah juga memiliki andil dalam penegakan hak asasi terhadap perempuan.
Peran pemerintah untuk menegakan hak
asasi perempuan harus juga mendapat dukungan oleh semua pihak. Perempuan
berhak diberikan ruang dalam ranah politik, budaya, dan sebagainya. Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk
menumbuhkan dan mensosialisasikakn
nilai-nilai luhur dalam ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila. Nilai-nilai
yang ditanamkan dapat menjadi salah satu upaya agar masyarakat dapat memahami
peran perempuan. Sehingga perempuan masa kini dapat bersenergi dengan
laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
Amaliyah, Isyrofah,
2018, Penguatan Keterwakilan Perempuan
Dalam Kepengurusan Partai Politik, Jurist-Diction, Volume 1 No. 1.
Kania, Dede, 2015, Hak
Asasi Perempuan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, Jurnal
Konstitusi, Vol. 12, No. 4.
Kurniawan, Nalom, 2014, Jurnal
Konstitusi, Keterwakilan Perempuan Di Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/Puu-Vi/2008, Vol. 11 No. 4.
Mikail, Kiki, 2015, Jurnal Addin, Politik Dan Perempuan:
Perjuangan Politik Perempuan Di Iran Pasca Revolusi Islam 1979, Vol. 9, No.
2.
Priandi, Rizki, Kholis
Roisah,2019, Upaya Meningkatkan
Partisipasi Politik Perempuan Dalam Pemilihan Umum, Jurnal Pembangunan Hukum
Indonesia, Volume 1, Nomor 1.
Purwanti, Ani. 2014. Perkembangan Politik Hukum Pengaturan
Partisipasi Perempuan Di Bidang Politik Pada Era Reformasi Periode 1998 – 2014.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta.
Taufiq, Muchamad Dan M.
Wimbo Wiyono, 2011, Jurnal Wiga, Tinjauan
Hukum Terhadap Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Dan Pemberdayaan Perempuan Di
Kabupaten Lumajang, Vol.1 No.1.
Triputra, Yuli Asmara,
2007, Penguatan Hak-Hak Perempuan
(Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia) Dalam Konstitusi.
[1]
Ani Purwanti, 2014, Perkembangan Politik
Hukum Pengaturan Partisipasi Perempuan Di Bidang Politik Pada Era Reformasi
Periode 1998 – 2014, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm.
1
[2]
Rizki Priandi , Kholis Roisah,2019, Upaya
Meningkatkan Partisipasi Politik Perempuan Dalam Pemilihan Umum, Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Hlm. 107
[3]
Kiki Mikail, 2015, Jurnal Addin, Politik
Dan Perempuan: Perjuangan Politik Perempuan Di Iran Pasca Revolusi Islam 1979,
Vol. 9, No. 2, Hlm. 256
[4]
Nalom Kurniawan, 2014, Jurnal Konstitusi, Keterwakilan
Perempuan Di Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
22-24/Puu-Vi/2008, Vol. 11 No. 4. Hlm. 721
[5] Ibid.
[6]
Dede Kania, 2015, Jurnal Konstitusi, Hak Asasi Perempuan Dalam Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia, Vol. 12, No. 4, Hlm. 718
[7]
Op Chit. Rizki Priandi
, Kholis Roisah, Hlm. 110
[8]
Muchamad Taufiq Dan M. Wimbo Wiyono, 2011,
Jurnal Wiga, Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Dan
Pemberdayaan Perempuan Di Kabupaten Lumajang, Vol.1 No.1, Hlm. 25
[9] Ibid.
[10]
Yuli Asmara Triputra, 2007, Penguatan
Hak-Hak Perempuan (Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia) Dalam Konstitusi, Hlm.
20-21
[11] Ibid.
Comments
Post a Comment